Minggu, 23 September 2018

Trimatra 1-Ruang Kejutan Bimbingan Ir. Dr. Eddy Prianto, CES, DEA


BAB 1
A.     ARTIKEL REFERENSI RUANG KEJUTAN
Ruang merupakan sesuatu yang sangat dekat dengan manusia, karena manusia memerlukan ruang sebagai wadah untuk melakukan berbagai jenis kegiatannya. Dalam upaya menata ruang manusia berusaha mewujudkan wadah tersebut antara lain dengan mengkomposisikan unsur-unsur berupa titik, garis, bidang, material, warna, yang merupakan elemen kasat mata. Ruang yang dialami manusia bukan hanya sesuatu yang memiliki panjang, lebar, dan ketinggian tertentu. Ruang adalah sesuatu yang lebih abstrak daripada hanya sekedar tempat. Ruang sebagai sesuatu yang melingkupi dan mempengaruhi pergerakan akan dialami sesorang pada saat ia bergerak. Kemampuan seseorang untuk bergerak membuatnya memiliki kesadaran akan ruang. Kemampuan gerak manusia ini tidak akan memberikan pengalaman yang kuat terhadap ruang dan kualitasnya jika tidak melalui penglihatan dan sentuhan. Kemampuan manusia berinteraksi dengan ruang adalah karena ia memiliki perasaan dan pikiran, jiwa dan raga (psiko-fisik). Interaksi dan pengalaman dengan ruang diperoleh sebagai hasil penggabungan perasaan dan pikiran manusia terhadap segala sesuatu mengenai ruang tempatnya bergerak. Pengalaman itu akan diterima melalui indera dan kemampuan geraknya yang ada karena ia adalah mahluk bertubuh. Dengan manusia memiliki perasaan, pikiran, dan jiwa maka pengalaman dengan ruang itu akan membuatnya memberi penilaian-penilaian terhadap apa-apa yang diterimanya secara kualitatif. Unsur-unsur ruang secara visual  dapat ditangkap dalam interaksi tersebut, dapat merupakan informasi bagi pola pergerakan dan tingkah laku. Tapi kemudian ada juga makna yang ditangkap secara spiritual dalam bentuk kesan dan ingatan yang kemudian disimpan dalam memori atau pengalaman. Perwujudan ruang dan suasana di dalamnya memberikan arti atau makna kepada orang yang memakainya dan didalamnya terkandung proses komunikasi. Karena itu, menurut semiotika ruang-ruang yang tercipta akan merupakan objek  yang mengandung tanda-tanda sebagai alat terjadinya komunikasi dengan pemakai ruang atau yang melihat. Kebudayaan  adalah  komunikasi atau sebaliknya komunikasi adalah kebudayaan (Hall, 1984 :94).  Dimensi kebudayaan yang dimaksud Hall ini meliputi segala hal yang nampak (manusia, tindakannya, ruang, benda-benda) dan hal-hal yang tidak nampak seperti ideologi, bahkan relasi dan komunikasi itu sendiri. Menurut Hall dimensi kebudayaan itu mirip dengan bahasa yang diam (silent language) atau dimensi  yang tersembunyi  (hidden dimension). Paparan ini berangkat dari asumsi bahwa  hubungan yang sifatnya timbal balik antara suasana ruang (atmosphere) dengan kegiatan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor desain dan karakteristik dominan manusia yang berinteraksi di dalamnya. Sebagai kualitas lingkungan, suasana ruang merupakan masukan pada manusia yang kemudian dikonversikan oleh manusia menjadi persepsi dan pada tingkah laku (kegiatan). Sebaliknya, kegiatan manusia itu sendiri dapat mempengaruhi suasana ruang, sehingga karakteristik  yang dominan sebagai latarbelakang dari  sifat dan jenis kegiatan manusia tersebut secara umum turut berpengaruh pula pada suasana ruang yang melingkupinya. Desain interior sebagai perangkat atribut yang teraga (tangible) akan selalu berkaitan dengan citra yang ingin diciptakan oleh organisasi atau individu-individu. Di samping fungsinya sebagai ruang untuk menampung aktivitas, juga akan mencitrakan orang-orang yang bekerja di dalamnya, organisasi, korporasi maupun diri pemiliknya. Citra yang ingin dibentuk tersebut akan diungkapkan melalui cara penyusunan unsur-unsur desain interiornya sebagai tanda-tanda visual ungkapan ruang, ditransfer sebagai wujud yang menstimuli atau merangsang perhatian dan kepribadian pengunjungnya, kemudian dipersepsi oleh manusia pengamat menjadi nilai yang mempengaruhi pembentukan image kepada organisasi atau korporasi tersebut.


RUANG, INTERAKSI, DAN KEGIATAN INDIVIDU
Ruang interior dikenali dengan menelaah elemen-elemen yang terkandung di dalamnya. Ruang selalu melingkupi keberadaan manusia dan melalui volume ruanglah manusia bergerak, melihat bentuk-bentuk benda, mendengar suara-suara, merasakan angin bertiup dan mencium bau semerbak. Pada ruang, bentuk visual, kualitas cahaya, dimensi dan skala, bergantung seluruhnya pada batas-batas yang telah ditentukan oleh unsur-unsur bentuk. Jika ruang telah ditetapkan, dilingkungi dan diorganisir oleh unsur- unsur bentuk, maka ketika itulah interior menjadi sebuah realitas. Interaksi adalah suatu aksi atau tindakan yang saling timbal balik, hal yang saling mempengaruhi. Manusia melakukan aksi terhadap lingkungan atau merubah keadaan lingkungannya, serta bereaksi terhadap keadaan lingkungan. Keadaan lingkungan yang berbeda dapat menyebabkan reaksi yang berbeda bagi seseorang. Individu melakuk aksi terhadap individu lain, begitu pula sebaliknya sehingga menyebabkan terjadi suatu interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis antara perseorangan, perseorangan dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok (Tubbs, 1984 : 5). Komunikasi merupakan inti dari interaksi antar individu, dapat terjadi secara verbal yaitu dengan kata-kata, maupun non-verbal yaitu dengan petunjuk. Petunjuk non-verbal dalam komunikasi terdiri dari petunjuk visual dan petunjuk vokal. Petunjuk visual antara lain adalah ekspresi wajah, kontak pandangan, posisi maupun gerakan tubuh, penampilan fisik seseorang, dan sebagainya. Seseorang dapat mengetahui tanggapan orang lain yang diajak berkomunikasi, positif atau negatif, melalui ekspresi wajahnya. Interaksi antara individu dengan individu lain pada dasarnya adalah sebuah proses komunikasi, interaksi individu dengan ruang dan lingkungan hidupnya akan menyangkut masalah psikologis karena berkaitan dengan kepribadian (personality). Persepsi dan tingkah laku yang merupakan keluaran (output) dari kepribadian individu adalah bagian dari proses interaksi antara kepribadian dengan ruang dan  lingkungan hidupnya, karena ruang dan lingkungan tersebut mengandung stimuli (rangsang-rangsang) yang kemudian “dibalas” dengan respons-respons oleh kepribadian yang bersangkutan. Respons-respons ini tidak lain adalah yang membentuk persepsi dan tingkah laku yang dimaksud (Nimpoeno, 1983 : 4). Untuk memperoleh pengertian mengenai kepribadian (personality), tingkah laku dan proses interaksi, akan terlebih dahulu dijabarkan pengertian masing-masing. Kepribadian pada dasarnya memperlihatkan : a. Penyesuaian diri individu dengan ruang dan lingkungannya. b. Adanya aspek-aspek unik dalam tingkah laku individu. c. Makna individu sebagai ‘stimulus sosial’ bagi lingkungan d. Adanya karakteristik organik yang khas pada individu yang dapat dideskripsi dan diukur. Tingkah laku dilandasi oleh asumsi-asumsi : a   Tingkah laku selalu ada sebab-sebabnya ( caused) b   Tingkah laku selalu bermotivasi (motivated) c   Tingkah laku selalu bertujuan ( goal oriented).
Proses interaksi manusia terhadap lingkungan hidupnya tidak hanya secara kongkrit, tetapi juga dalam bentuk imajinasinya. Manusia memiliki daya antisipasi dan dapat membayangkan kondisi lingkungan untuk waktu yang akan datang. Atas dasar inilah manusia mampu merubah lingkungan dan ruang kehidupannya agar lebih sesuai dengan kondisi dirinya di waktu mendatang. Karenanya manusia menghadapi lingkungan alamiah dan juga lingkungan buatannya sendiri. Proses psikologis interaksi antara manusia dengan lingkungan dan ruang memperlihatkan suatu proses yang sifatnya timbal balik. Lingkungan menurut wawasan spasial dan temporal memberikan stimulus yang mempengaruhi sistem kepribadian manusia di dalamnya dan merupakan proses persepsi, motivasi, sistem kognisi dan kebiasaan tingkah lakunya. Sesuai dengan tingkatan pengalaman serta orientasi nilai budaya yang melatarbelakangi sistem kepribadiannya, manusia akan memberikan respons-respons terhadap stimulus dari lingkungan tadi dalam bentuk tingkah laku atau tindakan, yang akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan tersebut. Setiap kepribadian akan memberikan respons sebagai tanggapan terhadap lingkungan spasial di sekelilingnya dalam tindakan atau tingkah laku yang berbeda karena proses di dalam sistem kognisi, persepsi dan motivasi dalam kepribadian tersebut juga mengandung perbedaan. Kemudian ditambah lagi dengan orientasi nilai budaya serta pengalaman-pengalaman dibelakangnya juga tidak sama. Karenanya masing-masing kepribadian atau personalitas manusia akan  memiliki tingkat penyesuaian diri dengan lingkungannya berbeda, dan memperlihatkan adanya aspek-aspek yang unik pada masing-masing individu. Respons terhadap lingkungan yang berbeda ditambah dengan unsur-unsur dan latar belakang sosial pada masing-masing pribadi kemudian juga akan memberikan makna individu sebagai ‘stimulus sosial’ bagi lingkungannya. Persepsi merupakan bagian terawal dalam sistem kepribadian yang menangkap stimulus dari ruang dan lingkungan spasial. Psikologi diartikan sebagai ‘sensation plus interpretation’ atau juga pengamatan  yang secara langsung dikaitkan dengan suatu makna tertentu. Proses yang melandasi persepsi senantiasa berawal dari adanya ‘informasi’ dan stimulus dari lingkungan dan suasana ruang. Motivasi menurut pengertian psikologi (Nimpoeno, 1983:6) adalah suatu kompleksitas proses fisik-psikologik yang bersifat energetik (dilandasi oleh adanya energi), keterangsangan (disulut oleh stimulus) dan keterarahan (tertuju pada sasaran). Sesuai dengan arah pemunculannya, proses motivasi dapat pula dibedakan antara faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu maupun yang dari luar dirinya :
1. ‘push-factors’ adalah hal-hal pada diri individu yang mampu mendorong timbulnya motivasi , seperti berbagai macam kebutuhan organis, psikis dan sosial, 2.  ‘pull-factors’ adalah hal-hal yang berada pada lingkungan di luar individu yang dapat merangsang timbulnya motivasi, seperti sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan seperti iklan, pameran, dan lain-lain.
Bentuk-bentuk interior banyak mengandung ‘pull-factors’ atau paling tidak dapat merangsang munculnya ‘push-factors’ pada individu. Bahkan tidak hanya berhenti disini, unsur-unsur interior tadi dapat bersifat menentukan arah gerakan dan tindakan individu, yaitu menurut approach-modus atau menurut avoidance-modus. Sehingga dengan demikian bentuk-bentuk interior secara sengaja atau tidak sengaja dapat juga menimbulkan konflik pada individu sebagai user, yakni menurut tiga kualitas seperti dijabarkan tadi. Setiap konflik akan disertai ‘ketegangan’ emosional. Peredaan ketegangan tersebut dapat dicapai dengan menemukan suatu solusi konflik. Maka suatu masalah interior yang antara lain disulut oleh adanya ‘motivational conflict’ menurut salah satu bentuk tadi, menuntut adanya suatu solusi. Contoh yang dapat dikemukakan di sini misalnya:    Ruang duduk atau ruang keluarga dengan balkon, yang pemandangannya keluar terarah pada lembah yang indah, menarik untuk didekati, tetapi balkon terlalu sempit sehingga sebagai objek persepsi, ia akan menimbulkan konflik (approach-avoidance conflict). Jendela yang tidak proporsional dan terlalu kecil, kemungkinan akan menimbulkan konflik untuk ‘didekati’ atau ‘tidak’ (approach-avoidance conflict). Di sudut-dalam pada ruang duduk atau ruang keluarga ada house-bar yang  kemungkinan akan dipersepsi sebagai obyek yang paling menarik untuk ‘didekati’ (approach-approach conflict). Untuk setiap konflik motivasi yang kemungkinan akan terjadi dapat menjadi pertimbangan dan bahkan dimanfaatkan  untuk suatu solusi desain, tergantung pada keperluannya. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa interaksi antara individu dengan ruang dan lingkungannya tidak lain adalah merupakan masalah psikologis yang berkaitan dengan kepribadian (personality) individu tersebut. Segala sesuatu yang ada dalam ruang dan lingkungan spasial di sekeliling individu  berpotensi mengandung stimuli (rangsang- rangsang) yang mempengaruhi kepribadian. Proses interaksi secara psikologis ini yaitu dengan melewati proses ‘penangkapan’ oleh persepsi dan diolah sistem kognisi yang melibatkan imajinasi, proses berfikir (thinking), bernalar (reasoning), dan proses pengambilan keputusan. Proses pada sistem kognisi ini, bersama-sama dengan kompleksitas dari proses motivasi akan memberikan pengaruh pada pola tingkah laku atau kegiatan maupun tindakan. Elemen lain yang bersifat non-fisik dari suatu ruang adalah elemen-elemen sosial budaya yang merupakan kumpulan dari banyak ‘kekuatan’ yang mempengaruhi kepribadian secara individual. Stimulus yang datang sebagai elemen sosial maupun elemen  budaya yang dibawa orang lain dan lingkungan sekitar dapat mempengaruhi interaksi dalam bentuk elemen non-fisik suatu ruang. Status individu-individu secara sosial yang melakukan kegiatan dalam ruang, maupun bentuk peristiwa secara budaya yang terjadi di dalamnya jelas akan berpengaruh terhadap interaksi ruang dalam bentuk elemen non-fisik. Elemen-elemen fisik dan non-fisik tersebut bekerja sama untuk menciptakan “ setting” suatu ruang. Unsur-unsur pembentuk ruang itu terdiri atas unsur horizontal dan vertikal. Unsur horizontal terbentuk dari bidang datar, merupakan bidang yang dipijak sifatnya sebagai permukaan alas atau dasar pijakan, dan bidang ambang atas, merupakan bidang dasar yang melayang, yaitu bidang horizontal yang diletakkan di atas permukaan sehingga membentuk volume ruang diantaranya. Sedangkan unsur vertikal merupakan bidang atau sisi yang membentuk ketinggian. Unsur-unsur dasar inilah yang membentuk ruang secara fisik, sehingga untuk mendeskripsikan ruang, dapat dilakukan dengan menelusuri unsur- unsur dasar yang membentuk ruang tersebut. Unsur-unsur dasar ini bisa hadir bersamaan dengan warna, cahaya, tekstur dan pola suatu permukaan bidang, yang akan mempengaruhi persepsi terhadap bobot visual, proporsi dan dimensinya. Persepsi yang ditimbulkan masing-masing individu dalam rangka penelaahan ruang seringkali berbeda satu sama lain. Hal  ini disebabkan oleh orientasi nilai budaya serta pengalaman individu sebagai latar belakangnya yang berbeda dan perbedaan penggarapan terhadap unsur-unsur dasar pembentuk ruang tersebut. Sehingga suatu ruang memiliki “jiwa”-nya masing-masing yang dirasakan apabila dalam penelaahannya dilakukan usaha pencarian pemaknaan yang lebih dalam daripada sekedar pemenuhan fungsinya saja. Jiwa atau “spirit” yang dimaksud tidak lain adalah suasana yang dirasakan dalam menelaah ruang, kemudian menjadi stimulus yang berpengaruh pada individu dalam bentuk pengalaman ruang.  Dengan demikian, maka suasana tidak hanya terjadi karena adanya manusia di dalam ruang, tetapi juga oleh unsur-unsur pembentuk ruangnya.
HUBUNGAN SUASANA RUANG DENGAN KEGIATAN MANUSIA
Dengan memanfaatkan konsepsi-konsepsi seperti yang telah dijabarkan dimuka, maka dapat disusun suatu deskripsi tentang hubungan antara suasana ruang dengan kegiatan manusia. Suasana ruang merupakan atribut dari lingkungan spasial terbatas, berupa dampak samar-samar (diffused) kondisi ruang secara keseluruhan yang berpengaruh terhadap proses metabolik, persepsi sensorik dan aesthetic response pada manusia di dalam ruang itu. Suasana ruang adalah suasana yang dipancarkan oleh ruang sebagai lingkungan buatan manusia, merupakan kualitas yang dapat diintervensi dan ditingkatkan sampai batas dan kebutuhan tertentu dan untuk membentuk dampak yang tertentu pula terhadap kegiatan manusia di dalamnya. Perubahan dalam suasana ruang dimungkinkan dengan cara menangani dan mengendalikan komponen-komponen pembentuknya sedemikian rupa, sehingga resultante-nya dapat menghasilkan kondisi utuh yang diperlukan guna menciptakan suasana yang dikehendaki. Ruang adalah lingkungan spasial terbatas yang melingkupi individu sedemikian rupa, sehingga memungkinkan interaksi antara individu tersebut dengan ruang itu. Sebagai kualitas lingkungan, suasana ruang merupakan masukan (input) pada manusia, yang kemudian oleh manusia dikonversikan menjadi keluaran (output) berupa tingkah laku (kegiatan). Sebaliknya, kegiatan manusia itu sendiri dapat mempengaruhi suasana ruang. Interaksi antara manusia dengan suasana ruang menghasilkan constraints, menurut aspek organik, psikologik, dan sosial. Intervensi terhadap proses interaksi antara manusia dengan ruang antara lain bertujuan untuk menciptakan suasana ruang yang sesuai dengan derajat kondisi peradaban dan budaya yang diinginkan. Penciptaan suasana ruang menurut citra dan konsep tertentu mempunyai maksud untuk mempengaruhi kegiatan yang dilakukan manusia yang bersangkutan di dalam ruang tersebut. Variabel-variabel Penentu Suasana Ruang Suasana ruang dapat dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu lingkungan fisik, psikologik dan sosial. Masing-masing aspek mengandung kelompok-kelompok stimuli yang khas. Setiap kelompok stimuli yang khas membentuk variabel. Aspek lingkungan fisik mengandung variabel-variabel kondisi suhu udara, atmosfir, nutrisi, pencahayaan, tingkat kebisingan, objek lingkungan dan spatial. Aspek psikologik menunjuk pada variabel-variabel keleluasaan pribadi (privacy), ruang seputar badan, kontak mata, ketertutupan ruang, penataan perabotan, kedekatan atau ketertarikan dengan orang lain, kepadatan pemakaian ruang, dan lingkungan perilaku (behavioral ecology) (Krasner & Ullmann, 1983). Aspek sosial dapat diwakili oleh ‘recources-stimuli’ yang diungkapkan menurut variabel-variabel cinta, status, pelayanan, informasi, barang, uang dan yang semuanya itu menjadi “hal yang dipertukarkan” dalam interaksi sosial (Simpson, 1976). Komposisi dari semua variabel, masing-masing dengan kualitas tertentu, menghasilkan suatu ‘resultante’ yang disebut sebagai “suasana ruang”.
Variabel-variabel Penentu Kegiatan Manusia Kegiatan manusia dapat dilihat menurut dua komponen yaitu komponen makna kegiatan dan komponen proses (Gutman & Fitch 1972). Komponen makna kegiatan dapat dipecah menjadi dua variabel : (a) ‘labor’ yaitu aktivitas yang ditujukan hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologik, seperti makan, tidur, menikah, bermain. (b) ‘work’ yaitu aktivitas untuk menghasilkan bagian-bagian dari lingkungan buatan yang sifatnya non-biologik.
Aspek proses mencakup variabel-variabel proses metabolik, persepsi sensorik, struktur badan – motorik, motivasi (push-factors) dan tujuan (pull-factors). Komposisi dari semua variabel ini, masing-masing dengan kualitas tertentu, menghasilkan suatu ‘resultante’ yang disebut sebagai ‘kegiatan manusia'. Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa antara suasana ruang dengan kegiatan dapat membentuk suatu hubungan sebab akibat yang saling berpengaruh. Suasana ruang merupakan ‘resultante’ dari komponen-komponen lingkungan fisik, komponen lingkungan psikologik dan komponen sosial, yang terbentuk dengan masing-masing memiliki kualitas tertentu. Sementara kegiatan manusia di dalam ruang merupakan ‘resultante’ dari komponen ‘makna’ kegiatan yang dibedakan atas labor dan work, dan komponen ‘proses’kegiatan yang mencakup variabel-variabel proses metabolik, persepsi sensorik, struktur badan-motorik, motivasi dan tujuan. Komponen fisik pembentuk suasana tersebut adalah unsur-unsur ruang yang merupakan komposisi desain interior. Menurut Gutman & Fitch komposisi tersebut mengandung variabel-variabel kondisi suhu udara, kondisi atmosfir, kondisi nutrisi, kondisi pencahayaan, tingkat kebisingan, obyek-obyek lingkungan dan spasial. Sementara kegiatan manusia yang terjadi di ruang tersebut akan merupakan komponen psikologik dalam hubungan sebab akibat yang saling mempengaruhi ini. Oleh Krasner & Ullmann komponen ini digambarkan mengandung variabel-variabel privacy, ruang diseputar badan, kontak mata, ketertutupan ruang, penataan perabot, kedekatan dan ketertarikan dengan orang lain, kepadatan ruang, lingkungan perilaku. Komponen sosial merupakan ungkapan dari ‘recources-stimuli’ yang variabel- veriabelnya adalah ungkapan dari perasaan cinta, ungkapan status, ungkapan dari kebutuhan pelayanan, ungkapan dari kebutuhan informasi, ungkapan dari kebutuhan akan barang keperluan, dan juga uang. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa suasana ruang itu tidak sepenuhnya tergantung dari kondisi fisik atau hanya atas keberadaan desain interiornya, tetapi masih harus dihidupkan oleh komponen psikologik dari interaksi manusia-manusia di dalamnya dan komponen sosial dari kegiatan yang terjadi di ruang tersebut. Dengan kata lain bahwa betapapun kualitas tatanan fisik yang dibentuk oleh desain interior suatu ruang, tidak akan berarti dan menghidupkan makna kalau belum terjadi aktivitas manusia di dalamnya yang memiliki hubungan-hubungan secara psikologis dan sosial. Sebagai contoh kehadiran hanya satu orang pada sebuah ruang pertemuan yang besar,  walaupun desain interiornya sangat berkualitas tapi tanpa interaksi sosial dengan orang-orang lain, dan mungkin secara psikologis interaksi satu orang tersebut dengan ruang tidak terjadi, maka suasana ruang juga tidak akan terbentuk. Persepsi dan interpretasi satu orang secara sendirian terhadap ruang tanpa interaksi sosial dengan orang lain maupun interaksi psikologis di dalamnya mengartikan tidak adanya dukungan suasana ruang. Stimulus yang diterima dari unsur-unsur ruang bahkan bisa jadi tidak lengkap, mungkin hanya aspek skala ruang yang berpengaruh. Karenanya tidak akan menjadikan orang yang bersangkutan mampu menangkap makna lain secara konotatif selain informasi denotatif terhadap ruang tersebut. Dalam konteks terbentuknya suasana ruang itulah justru desain interior baru bisa menyampaikan nilai-nilai atau kualitas tertentu sebagai akibat terbentuknya interaksi dengan pemakai atau pengamat ruang tersebut. Demikian juga sebaliknya, dalam konteks suasana ruang juga pengamat atau pengguna ruang bisa menangkap dan mempersepsi kualitas ruang dan nilai-nilai tertentu dari unsur-unsur yang membentuk ruang tersebut. Di dalam lingkup suasana ruang itu pengguna akan mempersepsi dan mengenali dengan menelaah elemen-elemen ruang, seperti  dinding, lantai, langit-langit yang melingkupinya dan tempat ia melakukan pergerakan. Dalam suasana ruang itu juga pengguna akan menangkap bentuk-bentuk secara visual, kualitas cahaya, dimensi dan skala ruang dalam satu kesatuan komposisi sebagai sebuah stimulan bagi proses-proses psikologis dalam dirinya. Unsur-unsur yang membentuk ruang dan obyek-obyek lain dalam ruang akan menjadi semacam informasi atau tanda yang mempengaruhi kegiatan manusia dalam ruang tersebut. Kegiatan atau tingkah laku dalam hal ini sebagai keluaran (output) dari proses interaksi  psikologis antara manusia dengan ruang. Tapi di samping keluaran dalam bentuk tingkah laku itu, proses stimulasi ruang terhadap manusia juga dapat menghasilkan terbentuknya image dalam pikiran manusia terhadap sejumlah stimuli visual yang diingatnya. Saat sebagian dari informasi tersebut diterima, manusia secara sadar menyimpannya dalam bentuk image atau citra, perasaan maupun sensasi tertentu. Karena itu maka proses interaksi antara ruang dan manusia secara psikologis akan menyebabkan pada dua macam kemungkinan respons yang diberikan oleh sistem kepribadian manusia tersebut. Respons pertama yakni  respons ‘keluar’ berupa kegiatan atau tindakan oleh manusia tersebut, dan respons kedua adalah respons ‘kedalam’ berupa terbentuknya image pada manusia terhadap ruang yang bersangkutan.  Tergantung kepada kualitas rangsang atau stimuli yang terjadi, apakah hanya sampai pada  sifatnya sebagai informasi (denotatif) maka respons yang dimungkinkan adalah ke luar berupa tindakan atau kegiatan. Atau stimuli dari ruang tersebut memiliki nilai tambah karena kualitasnya mampu memberikan makna konotatif, maka respons yang terjadi adalah ke dalam yang disimpan sebagai pengalaman kognitif yang membentuk image atau citra.
DESAIN INTERIOR DALAM KONTEKS SUASANA RUANG
Desain interior menurut pengertian secara umum adalah sebuah kegiatan  yang dilakukan dalam menanggapi suatu kondisi ruang yang ada, yaitu kondisi-kondisi yang bisa bersifat murni fungsional, tetapi juga mencerminkan iklim ekonomi, sosial, politik dan budaya dalam tingkatan yang bervariasi. Dalam segala hal, diasumsikan bahwa kondisi yang ada memiliki masalah atau problem-problem ruang yang kurang memuaskan, dan diperlukan suatu kondisi baru sebagai solusi yang diinginkan dalam menjawab permasalahan tadi. Oleh karena itu, kegiatan mendesain interior tidak lain adalah proses pemecahan masalah (problem solving) yang berkenaan dengan ruang arsitektural atau proses perancangan ruang. Desainer mau tidak mau secara instingtif meramalkan pemecahan dari berbagai masalah yang akan ditanganinya, namun kedalaman dan jangkauan perbendaharaan desain yang mereka miliki mempengaruhi baik persepsi mereka terhadap sebuah pertanyaan maupun bentuk jawabannya. Jika pemahaman seseorang mengenai bahasa perancangan terbatas, maka jangkauannya atas solusi-solusi yang mungkin diterapkan untuk masalah itu juga akan terbatas. Disamping sebagai suatu bagian dari kegiatan perancangan, desain interior juga menggunakan basis ketrampilan dan pemahaman pada bidang permasalahan seni rupa, sehingga ini menyiratkan tujuan aktivitasnya lebih dari sekedar jawaban atas kebutuhan-kebutuhan fungsional murni dari suatu program pembangunan lingkungan binaan.
SUSUNAN UNSUR UNSUR PEMBENTUK DAN TERBENTUKNYA CITRA
Pandangan analogia desain interior dan arsitektur sebagai ‘bahasa’ yang telah diuraikan sebelum ini, menyodorkan ruang dan bentuk sebagai pengejawantahan tanda- tanda, yang dipakai menjadi medium untuk mentransfer pesan atau makna (meaning). Makna yang dikandung dalam perwujudan desain tersebut ditunjukkan oleh cara menyusun unsur-unsurnya dan mampu membangun  pengertian lain. Pengertian lain ini berkenaan dengan nilai-nilai kualitatif atau citra yang ingin diungkapkan oleh perancang dan pemilik bangunannya, sehingga orang lain akan mengenalnya sebagai pribadi tersendiri dan memiliki keunikan tersendiri pula. Pengertian yang mengantarkan kepada nilai-nilai lain itu akan timbul akibat susunan atau komposisi unsur rupa dan bentuk pada desain interior yang dibuat untuk mencapai makna yang dimaksud dalam setiap elemen pembentuknya. Unsur-unsur ini merupakan komponen fisik yang bersama-sama dengan komponen-komponen ruang lain seperti komponen psikologik dan komponen sosial dari interaksi manusia di dalamnya akan bergabung membentuk suasana ruang. Batasan citra atau image sebagai aspek intangible dari bangunan, dan bagaimana citra terbentuk secara psikologis, adalah perwujudan dari makna yang dikandung dalam desain interior bangunan tersebut. Desain interior mampu mengungkapkan makna sebagai “wishes” yang terpendam dari pemilik bangunan maupun perancangnya, yang kemudian membentuk citra baginya terlebih dahulu sebagai bentuk rangsangan atau stimuli sehingga tersampaikan maksudnya, dan citra yang terbentuk dapat diterima oleh orang lain sebagai pengamatnya. Makna dan keindahan dalam susunan unsur-unsur ruang akan dipersepsi oleh manusia dalam satu medium yang dinamakan suasana ruang (atmosphere), yang terbentuk akibat terjadinya interaksi ruang tersebut dengan kehadiran manusia bersama aktivitas di dalamnya. Suasana ruang merupakan resultante dari komponen-komponen fisik sebagai wujud hasil desain interior, bersama dengan komponen psikologik dan sosial yang dibawa oleh manusia dengan aktivitas di dalam ruang tersebut, inilah yang akan membantu terjadinya ‘transfer’ makna yang dimaksud.


B.     ANALISA RUANG KEJUTAN
Ruang merupakan elemen yang sangat penting dalam arsitektur. Secara harfiah, ruang (space) berasal dari bahasa Latin, yaitu spatium yang berarti ruangan atau luas (extent). Jika dilihat dalam bahasa Yunani dapat diartikan sebagai tempat (topos) atau lokasi (choros) yaitu ruang yang memiliki ekspresi kualitas tiga dimensi. Menurut Aristoteles, ruang adalah suatu yang terukur dan terlihat, dibatasi oleh kejelasan fisik, enclosure yang terlihat sehingga dapat dipahami keberadaanya dengan jelas dan mudah.
Dalam arsitektur, ruang terbagi menjadi ruang dalam dan ruang luar. Salah satu ruang yang ada dalam arsitektur adalah ruang terbuka publik. Ruang terbuka publik sendiri terbagi menjadi ruang eksterior dan ruang interior. Untuk ruang eksterior (Alexander et al, 1977), terdapat dua bagian tipe ruang, yaitu:
  1. Positif: yaitu ruang yang mempunyai batas yang pasti dan jelas. Ruang ini dapat dirasakan dan dapat diukur dengan seksama. Sebagai bayangan, ruangan ini dapat diisi oleh air untuk menunjukan keberadaannya. Ruang ini dibentuk dari bangunan yang berada disekitarnya.
  2. Negatif: yaitu ruang yang tidak mempunyai bentuk yang jelas. Jenis ruang ini sulit dibayangkan serta keberadaannya sulit dirasakan.
Di dalam buku Public Places – Urban Spaces, ruang positif dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a.      Streets (road, path, avenue, lanes, boulevard, alleys, malls)
Streets adalah tipe ruang terbuka publik yang bersifat dinamik dan mempunyai kuantitas perpindahan yang lebih tinggi.
b.      Squares (plazas, circuses, piazzas, places, courts)
Squares adalah tipe statis dimana orang lebih sering untuk berdiam diri dalam waktu lama di ruang terbuka publik ini.
Kedua jenis ini dapat bersifat formal maupun informal. Sehingga keduanya dapat ditempatkan sebagai ruang terbuka publik dimanapun berada. Namun untuk Negara berkembang seperti Indonesia, tipe streets lebih sering dijadikan sebagai ruang terbuka publik daripada squares.
***
Jalan di kota Bandung
Jalan merupakan salah satu elemen penting dari sebuah kota. Terlepas dari moda transportasi yang digunakan, jalan merupakan suatu wadah kegiatan yang dapat mengumpulkan warga kota. Bahkan Jean Jacobs menyatakan “Street and their sidewalks, the main public spaces of a city, are its most vital organs.  Think of a city and what come to mind?  It’s streets. If a city’s streets looks interesting, the city looks interesting;  If they look dull, the city looks dull”. Dari pernyataan ini tergambarkan bahwa keberadaan jalan sangatlah penting.
Untuk taraf perkotaan, jalan mempunyai fungsi yang kompleks disamping fungsi utama, yaitu mempunyai fungsi ekonomi. Maksudnya adalah sebagai penyalur manusia dan barang. Di jalan, manusia dapat bergerak bebas dan melakukan transaksi jual beli. Biasanya proses ini berlangsung secara informal dan melibatkan berbagai kalangan.
Fungsi lainnya adalah fungsi social sebagai ruang publik untuk berinteraksi. Fungsi ini berkaitan erat dengan fungsi ekonomi. Disamping itu, jalan mempunyai fungsi budaya, yaitu sebagai sarana representasi budaya melalui arsitektur dan kegiatan manusia. Fungsi ini sudah lebih kompleks karena tidak hanya melibatkan jalan dan manusia, tetapi juga dari sisi arsitektur. Jalan yang dapat menyalurkan hingga tahapan fungsi ini merupakan jalan yang dapat dijadikan contoh. Sayangnya, jalan tipe ini sangat jarang ditemukan, terutama di Indonesia. Estetika merupakan fungsi terakhir yang harus ditampung dari sebuah jalan. Namun kualitas estetika ini bergantung pada lingkungan sekitar jalan tersebut. Sehingga tidak mudah untuk menemukan jalan kota dengan kualitas estetika yang menarik.
Sebagai sebuah kota, Bandung memiliki banyak jalan didalamnya. Sayangnya, Bandung termasuk kota yang mempunyai jalan yang tidak dapat dijadikan contoh. Menurut Alan Jacobs dalam buku Great Streets, ada beberapa syarat sebagai jalan yang berkualitas, yang pertama adalah fungsi jalan yang digunakan oleh pengguna jalan baik oleh pengendara motor maupun mobil dan pejalan  kaki. Namun jalan tersebut tidak hanya sebatas berfungsi dengan baik, tetapi juga dapat memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi penggunanya.
Selanjutnya, menurut Alan Jacobs, jalan yang baik harus menarik bagi penggunannya. Menarik disini adalah bagaimana sebuah jalan memberikan pemandangan maupun kegiatan yang ‘hidup’. Jalan juga harus memiliki sifat transparan karena bagaimanapun, jalan merupakan area publik yang digunakan oleh umum. Sehingga keberadaannya harus terlihat jelas dan dapat dikontrol oleh semua orang. Hal ini sangat penting untuk pencegahan hal yang tidak diinginkan. Untuk Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, jalan merupakan salah satu sumber tempat yang dapat memicu kejahatan seperti perampokan, penjambretan bahkan penculikan.
Syarat lain dari jalan yang baik adalah kemampuan jalan tersebut untuk saling mengisi antara pengguna dan fungsi yang ditampung didalamnya. Sebuah jalan tidak hanya memenuhi fungsi utama, tetapi jalan yang baik dapat mempertemukan keterikatan fungsi bangunan disekitarnya. Namun, sebaik-baiknya jalan, akan tidak nyaman jika jalan tersebut tidak dapat dirawat dengan baik. Misalnya adanya lubang di badan jalan, atau dengan adanya pengrusakan terhadap elemen pendukung sebuah jalan seperti pohon, trotoar, dan lampu jalan.
***



C.     DEFINISI RUANG KEJUTAN
Ruang kejutan adalah gambaran umum mengenai suatu desain ruang yang digambarkan melalui sebuah timbal balik oleh pelaku di ruang tersebut. Ruang tersebut mengindikasian dimana seseorang  akan merasa lebih exist dan lebih bermakna oleh karena interaksi dengan ruangan itu. Ruang kejutan menggambarkan bagaimana kita lebih bisa memahami mengenai desain, pola, bentuk, suasana yang diberikan oleh ruang itu sendiri. Ruang kejutan memberikan sebuah kondisi dimana seseorang merasakan sebuah emosional yang lebih mengenai ruang tersebut. Suatu penggambaran ruang tersebut dapat terjadi karena adanya komunikasi yang terjalin, bai kantar ruang dengan manusia atau manusia dengan manusia itu sendiri.




KESIMPULAN
Setiap ruang memiliki makna dan kondisi yang berbeda-beda, ruang yang baik adalah ruang yang mampu meberikan interaksi bagi objek didalamnya, baik bagi ruang itu sendiri dengan manusia maupun interaksi sesama manusia di dalam ruangan. Sehingga ruang kejutan seharusnya memberikan interaksi emosional lebih kepada objek didalamnya sehingga objek tersebut mampu merasakan lebih dalam makna yang diberikan. Ruang kejutan bukan hanya mengenai rasa terkejut, tetapi kejutan yang dimaksud adalah rasa yang lebih dalam yang diberikan baik itu rasa senang, takut, sedih, dan sebagainya. Jadi, ruang kejut adalah sebuah interaksi ruang yang dalam sehingga memberikan dampak emosional kepada penikmat.

 FOTO MAKET










REFERENSI
Hall, Edward ,T. 1984. The Silent Language. New York: Anchor Press, Double Day. Krasner, L. & Ullmann, P. 1983. Behavior Influence and Personality. New York: Holt- Rinehart & Winston. Nimpoeno, John, S. 1983. Ruang Sebagai Penunjang Kegiatan. Jakarta: Universitas Indonesia. Simpson. 1976. Theory of Social Exchange. Holt-Rinehart and Winston Inc. Tubbs, Stewart, L. & Moss, Sylvia. 1996. Human Communication. Bandung: Penerbit P.T. Remaja Rosda Karya.
 ***
Daftar Pustaka:
Carmona, Matthew. Public Places Urban Space. 2003. Architectural Press : Oxford.
http://www.architerian.net/myforum/viewtopic.php?id=2568
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=67704&val=353
https://arsitekturbicara.wordpress.com/2011/08/13/makna-ruang/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kantor_pusat_CCTV
http://dandwiari.blogspot.co.id/2015/05/beijing-national-grand-theatre.html
http://adiputomo.blogspot.co.id/2016/03/taman-bunga.html
http://bangunanunique.blogspot.co.id/2010/04/cubic-houses-rotterdam-belanda.html
http://adiputomo.blogspot.co.id/2016/03/taman-bunga.html
http://cina.panduanwisata.id/beijing/wisata-religi/melihat-kemegahan-leshan-giant-buddha/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kakbah
http://adiputomo.blogspot.co.id/2016/03/taman-bunga.html
http://adiputomo.blogspot.co.id/2016/03/taman-bunga.html
https://himaartra.wordpress.com/2011/11/28/dancing-house-frank-gehry/
http://dunianya-seni.blogspot.co.id/2012/05/gedung-bengkok-di-sopot-polandia.html
http://satupedang.blogspot.com/2015/08/sejarah-bangunan-lotus-temple-india.html#ixzz4su5slGy0/
https://id.wikipedia.org/wiki/Menara_Pisa
http://museum-satria-mandala.blogspot.co.id/2013/05/khan-shatyr-sebuah-tenda-transparan.html
http://hanifaw.blogspot.co.id/2013/02/10-bangunan-arsitektur-modern.html
http://ajigits.blogspot.co.id/2015/03/gardens-by-bay.html
http://gedik10.blogspot.co.id/
http://edupaint.com/jelajah/arsitektur-manca-negara/3258-ferdinand-cheval-palace-istana-batu-yang-menakjubkan.html
http://budhihr.wixsite.com/studiobudhihr/milwaukee-art-museum-structure
https://id.wikipedia.org/wiki/Istana_Raja_(Bangkok)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perancangan Arsitektur 1 oleh Whilda Yoga Zudanialga - Rumah Tinggal bimbingan Dr. Ir. Eddy Prianto, CES, DEA

RUMAH TINGGAL "Montana House" Konsep Tropis Kondisi untuk memperhatikan berbagai masalah pada iklim tropi...