BAB 1
A.
ARTIKEL
REFERENSI RUANG KEJUTAN
Ruang merupakan sesuatu yang sangat dekat dengan
manusia, karena manusia memerlukan ruang sebagai wadah untuk melakukan berbagai
jenis kegiatannya. Dalam upaya menata ruang manusia berusaha mewujudkan wadah
tersebut antara lain dengan mengkomposisikan unsur-unsur berupa titik, garis,
bidang, material, warna, yang merupakan elemen kasat mata. Ruang yang dialami
manusia bukan hanya sesuatu yang memiliki panjang, lebar, dan ketinggian
tertentu. Ruang adalah sesuatu yang lebih abstrak daripada hanya sekedar
tempat. Ruang sebagai sesuatu yang melingkupi dan mempengaruhi pergerakan akan
dialami sesorang pada saat ia bergerak. Kemampuan seseorang untuk bergerak
membuatnya memiliki kesadaran akan ruang. Kemampuan gerak manusia ini tidak
akan memberikan pengalaman yang kuat terhadap ruang dan kualitasnya jika tidak
melalui penglihatan dan sentuhan. Kemampuan manusia berinteraksi dengan ruang
adalah karena ia memiliki perasaan dan pikiran, jiwa dan raga (psiko-fisik).
Interaksi dan pengalaman dengan ruang diperoleh sebagai hasil penggabungan
perasaan dan pikiran manusia terhadap segala sesuatu mengenai ruang tempatnya
bergerak. Pengalaman itu akan diterima melalui indera dan kemampuan geraknya
yang ada karena ia adalah mahluk bertubuh. Dengan manusia memiliki perasaan,
pikiran, dan jiwa maka pengalaman dengan ruang itu akan membuatnya memberi
penilaian-penilaian terhadap apa-apa yang diterimanya secara kualitatif.
Unsur-unsur ruang secara visual dapat
ditangkap dalam interaksi tersebut, dapat merupakan informasi bagi pola
pergerakan dan tingkah laku. Tapi kemudian ada juga makna yang ditangkap secara
spiritual dalam bentuk kesan dan ingatan yang kemudian disimpan dalam memori
atau pengalaman. Perwujudan ruang dan suasana di dalamnya memberikan arti atau
makna kepada orang yang memakainya dan didalamnya terkandung proses komunikasi.
Karena itu, menurut semiotika ruang-ruang yang tercipta akan merupakan objek yang mengandung tanda-tanda sebagai alat
terjadinya komunikasi dengan pemakai ruang atau yang melihat. Kebudayaan adalah
komunikasi atau sebaliknya komunikasi adalah kebudayaan (Hall, 1984
:94). Dimensi kebudayaan yang dimaksud
Hall ini meliputi segala hal yang nampak (manusia, tindakannya, ruang,
benda-benda) dan hal-hal yang tidak nampak seperti ideologi, bahkan relasi dan
komunikasi itu sendiri. Menurut Hall dimensi kebudayaan itu mirip dengan bahasa yang diam (silent language)
atau dimensi yang tersembunyi (hidden dimension). Paparan ini berangkat
dari asumsi bahwa hubungan yang sifatnya
timbal balik antara suasana ruang (atmosphere) dengan kegiatan manusia sangat
dipengaruhi oleh faktor desain dan karakteristik dominan manusia yang
berinteraksi di dalamnya. Sebagai kualitas lingkungan, suasana ruang merupakan
masukan pada manusia yang kemudian dikonversikan oleh manusia menjadi persepsi
dan pada tingkah laku (kegiatan). Sebaliknya, kegiatan manusia itu sendiri
dapat mempengaruhi suasana ruang, sehingga karakteristik yang dominan sebagai latarbelakang dari sifat dan jenis kegiatan manusia tersebut
secara umum turut berpengaruh pula pada suasana ruang yang melingkupinya.
Desain interior sebagai perangkat atribut yang teraga (tangible) akan selalu
berkaitan dengan citra yang ingin diciptakan oleh organisasi atau
individu-individu. Di samping fungsinya sebagai ruang untuk menampung
aktivitas, juga akan mencitrakan orang-orang yang bekerja di dalamnya,
organisasi, korporasi maupun diri pemiliknya. Citra yang ingin dibentuk
tersebut akan diungkapkan melalui cara penyusunan unsur-unsur desain
interiornya sebagai tanda-tanda visual ungkapan ruang, ditransfer sebagai wujud
yang menstimuli atau merangsang perhatian dan kepribadian pengunjungnya,
kemudian dipersepsi oleh manusia pengamat menjadi nilai yang mempengaruhi
pembentukan image kepada organisasi atau korporasi tersebut.
RUANG,
INTERAKSI, DAN KEGIATAN INDIVIDU
Ruang interior dikenali dengan menelaah elemen-elemen
yang terkandung di dalamnya. Ruang selalu melingkupi keberadaan manusia dan
melalui volume ruanglah manusia bergerak, melihat bentuk-bentuk benda,
mendengar suara-suara, merasakan angin bertiup dan mencium bau semerbak. Pada
ruang, bentuk visual, kualitas cahaya, dimensi dan skala, bergantung seluruhnya
pada batas-batas yang telah ditentukan oleh unsur-unsur bentuk. Jika ruang
telah ditetapkan, dilingkungi dan diorganisir oleh unsur- unsur bentuk, maka
ketika itulah interior menjadi sebuah realitas. Interaksi adalah suatu aksi
atau tindakan yang saling timbal balik, hal yang saling mempengaruhi. Manusia
melakukan aksi terhadap lingkungan atau merubah keadaan lingkungannya, serta
bereaksi terhadap keadaan lingkungan. Keadaan lingkungan yang berbeda dapat
menyebabkan reaksi yang berbeda bagi seseorang. Individu melakuk aksi terhadap
individu lain, begitu pula sebaliknya sehingga menyebabkan terjadi suatu
interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis
antara perseorangan, perseorangan dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok
(Tubbs, 1984 : 5). Komunikasi merupakan inti dari interaksi antar individu,
dapat terjadi secara verbal yaitu dengan kata-kata, maupun non-verbal yaitu
dengan petunjuk. Petunjuk non-verbal dalam komunikasi terdiri dari petunjuk
visual dan petunjuk vokal. Petunjuk visual antara lain adalah ekspresi wajah,
kontak pandangan, posisi maupun gerakan tubuh, penampilan fisik seseorang, dan
sebagainya. Seseorang dapat mengetahui tanggapan orang lain yang diajak
berkomunikasi, positif atau negatif, melalui ekspresi wajahnya. Interaksi
antara individu dengan individu lain pada dasarnya adalah sebuah proses
komunikasi, interaksi individu dengan ruang dan lingkungan hidupnya akan
menyangkut masalah psikologis karena berkaitan dengan kepribadian
(personality). Persepsi dan tingkah laku yang merupakan keluaran (output) dari
kepribadian individu adalah bagian dari proses interaksi antara kepribadian
dengan ruang dan lingkungan hidupnya,
karena ruang dan lingkungan tersebut mengandung stimuli (rangsang-rangsang) yang
kemudian “dibalas” dengan respons-respons oleh kepribadian yang bersangkutan.
Respons-respons ini tidak lain adalah yang membentuk persepsi dan tingkah laku
yang dimaksud (Nimpoeno, 1983 : 4). Untuk memperoleh pengertian mengenai
kepribadian (personality), tingkah laku dan proses interaksi, akan terlebih
dahulu dijabarkan pengertian masing-masing. Kepribadian pada dasarnya
memperlihatkan : a. Penyesuaian diri individu dengan ruang dan lingkungannya.
b. Adanya aspek-aspek unik dalam tingkah laku individu. c. Makna individu
sebagai ‘stimulus sosial’ bagi lingkungan d. Adanya karakteristik organik yang
khas pada individu yang dapat dideskripsi dan diukur. Tingkah laku dilandasi
oleh asumsi-asumsi : a Tingkah laku
selalu ada sebab-sebabnya ( caused) b
Tingkah laku selalu bermotivasi (motivated) c Tingkah laku selalu bertujuan ( goal
oriented).
Proses interaksi manusia terhadap lingkungan hidupnya
tidak hanya secara kongkrit, tetapi juga dalam bentuk imajinasinya. Manusia
memiliki daya antisipasi dan dapat membayangkan kondisi lingkungan untuk waktu
yang akan datang. Atas dasar inilah manusia mampu merubah lingkungan dan ruang
kehidupannya agar lebih sesuai dengan kondisi dirinya di waktu mendatang.
Karenanya manusia menghadapi lingkungan alamiah dan juga lingkungan buatannya
sendiri. Proses psikologis interaksi antara manusia dengan lingkungan dan ruang
memperlihatkan suatu proses yang sifatnya timbal balik. Lingkungan menurut
wawasan spasial dan temporal memberikan stimulus yang mempengaruhi sistem kepribadian
manusia di dalamnya dan merupakan proses persepsi, motivasi, sistem kognisi dan
kebiasaan tingkah lakunya. Sesuai dengan tingkatan pengalaman serta orientasi
nilai budaya yang melatarbelakangi sistem kepribadiannya, manusia akan
memberikan respons-respons terhadap stimulus dari lingkungan tadi dalam bentuk
tingkah laku atau tindakan, yang akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan
tersebut. Setiap kepribadian akan memberikan respons sebagai tanggapan terhadap
lingkungan spasial di sekelilingnya dalam tindakan atau tingkah laku yang
berbeda karena proses di dalam sistem kognisi, persepsi dan motivasi dalam
kepribadian tersebut juga mengandung perbedaan. Kemudian ditambah lagi dengan
orientasi nilai budaya serta pengalaman-pengalaman dibelakangnya juga tidak
sama. Karenanya masing-masing kepribadian atau personalitas manusia akan memiliki tingkat penyesuaian diri dengan
lingkungannya berbeda, dan memperlihatkan adanya aspek-aspek yang unik pada
masing-masing individu. Respons terhadap lingkungan yang berbeda ditambah
dengan unsur-unsur dan latar belakang sosial pada masing-masing pribadi
kemudian juga akan memberikan makna individu sebagai ‘stimulus sosial’ bagi
lingkungannya. Persepsi merupakan bagian terawal dalam sistem kepribadian yang
menangkap stimulus dari ruang dan lingkungan spasial. Psikologi diartikan
sebagai ‘sensation plus interpretation’ atau juga pengamatan yang secara langsung dikaitkan dengan suatu
makna tertentu. Proses yang melandasi persepsi senantiasa berawal dari adanya
‘informasi’ dan stimulus dari lingkungan dan suasana ruang. Motivasi menurut
pengertian psikologi (Nimpoeno, 1983:6) adalah suatu kompleksitas proses
fisik-psikologik yang bersifat energetik (dilandasi oleh adanya energi),
keterangsangan (disulut oleh stimulus) dan keterarahan (tertuju pada sasaran).
Sesuai dengan arah pemunculannya, proses motivasi dapat pula dibedakan antara
faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu maupun yang dari luar
dirinya :
1. ‘push-factors’
adalah hal-hal pada diri individu yang mampu mendorong timbulnya motivasi ,
seperti berbagai macam kebutuhan organis, psikis dan sosial, 2. ‘pull-factors’
adalah hal-hal yang berada pada lingkungan di luar individu yang dapat
merangsang timbulnya motivasi, seperti sarana dan prasarana untuk memenuhi
kebutuhan seperti iklan, pameran, dan lain-lain.
Bentuk-bentuk interior banyak mengandung
‘pull-factors’ atau paling tidak dapat merangsang munculnya ‘push-factors’ pada
individu. Bahkan tidak hanya berhenti disini, unsur-unsur interior tadi dapat
bersifat menentukan arah gerakan dan tindakan individu, yaitu menurut
approach-modus atau menurut avoidance-modus. Sehingga dengan demikian
bentuk-bentuk interior secara sengaja atau tidak sengaja dapat juga menimbulkan
konflik pada individu sebagai user, yakni menurut tiga kualitas seperti
dijabarkan tadi. Setiap konflik akan disertai ‘ketegangan’ emosional. Peredaan
ketegangan tersebut dapat dicapai dengan menemukan suatu solusi konflik. Maka
suatu masalah interior yang antara lain disulut oleh adanya ‘motivational
conflict’ menurut salah satu bentuk tadi, menuntut adanya suatu solusi. Contoh
yang dapat dikemukakan di sini misalnya:
Ruang duduk atau ruang keluarga dengan balkon, yang pemandangannya
keluar terarah pada lembah yang indah, menarik untuk didekati, tetapi balkon
terlalu sempit sehingga sebagai objek persepsi, ia akan menimbulkan konflik
(approach-avoidance conflict). Jendela yang tidak proporsional dan terlalu
kecil, kemungkinan akan menimbulkan konflik untuk ‘didekati’ atau ‘tidak’
(approach-avoidance conflict). Di sudut-dalam pada ruang duduk atau ruang
keluarga ada house-bar yang kemungkinan
akan dipersepsi sebagai obyek yang paling menarik untuk ‘didekati’
(approach-approach conflict). Untuk setiap konflik motivasi yang kemungkinan
akan terjadi dapat menjadi pertimbangan dan bahkan dimanfaatkan untuk suatu solusi desain, tergantung pada
keperluannya. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa interaksi antara individu
dengan ruang dan lingkungannya tidak lain adalah merupakan masalah psikologis yang
berkaitan dengan kepribadian (personality) individu tersebut. Segala sesuatu
yang ada dalam ruang dan lingkungan spasial di sekeliling individu berpotensi mengandung stimuli (rangsang-
rangsang) yang mempengaruhi kepribadian. Proses interaksi secara psikologis ini
yaitu dengan melewati proses ‘penangkapan’ oleh persepsi dan diolah sistem
kognisi yang melibatkan imajinasi, proses berfikir (thinking), bernalar
(reasoning), dan proses pengambilan keputusan. Proses pada sistem kognisi ini,
bersama-sama dengan kompleksitas dari proses motivasi akan memberikan pengaruh
pada pola tingkah laku atau kegiatan maupun tindakan. Elemen lain yang bersifat
non-fisik dari suatu ruang adalah elemen-elemen sosial budaya yang merupakan
kumpulan dari banyak ‘kekuatan’ yang mempengaruhi kepribadian secara
individual. Stimulus yang datang sebagai elemen sosial maupun elemen budaya yang dibawa orang lain dan lingkungan
sekitar dapat mempengaruhi interaksi dalam bentuk elemen non-fisik suatu ruang.
Status individu-individu secara sosial yang melakukan kegiatan dalam ruang,
maupun bentuk peristiwa secara budaya yang terjadi di dalamnya jelas akan
berpengaruh terhadap interaksi ruang dalam bentuk elemen non-fisik.
Elemen-elemen fisik dan non-fisik tersebut bekerja sama untuk menciptakan “
setting” suatu ruang. Unsur-unsur pembentuk ruang itu terdiri atas unsur
horizontal dan vertikal. Unsur horizontal terbentuk dari bidang datar,
merupakan bidang yang dipijak sifatnya sebagai permukaan alas atau dasar
pijakan, dan bidang ambang atas, merupakan bidang dasar yang melayang, yaitu
bidang horizontal yang diletakkan di atas permukaan sehingga membentuk volume
ruang diantaranya. Sedangkan unsur vertikal merupakan bidang atau sisi yang
membentuk ketinggian. Unsur-unsur dasar inilah yang membentuk ruang secara
fisik, sehingga untuk mendeskripsikan ruang, dapat dilakukan dengan menelusuri
unsur- unsur dasar yang membentuk ruang tersebut. Unsur-unsur dasar ini bisa
hadir bersamaan dengan warna, cahaya, tekstur dan pola suatu permukaan bidang, yang
akan mempengaruhi persepsi terhadap bobot visual, proporsi dan dimensinya.
Persepsi yang ditimbulkan masing-masing individu dalam rangka penelaahan ruang
seringkali berbeda satu sama lain. Hal
ini disebabkan oleh orientasi nilai budaya serta pengalaman individu
sebagai latar belakangnya yang berbeda dan perbedaan penggarapan terhadap
unsur-unsur dasar pembentuk ruang tersebut. Sehingga suatu ruang memiliki
“jiwa”-nya masing-masing yang dirasakan apabila dalam penelaahannya dilakukan
usaha pencarian pemaknaan yang lebih dalam daripada sekedar pemenuhan fungsinya
saja. Jiwa atau “spirit” yang dimaksud tidak lain adalah suasana yang dirasakan
dalam menelaah ruang, kemudian menjadi stimulus yang berpengaruh pada individu
dalam bentuk pengalaman ruang. Dengan
demikian, maka suasana tidak hanya terjadi karena adanya manusia di dalam
ruang, tetapi juga oleh unsur-unsur pembentuk ruangnya.
HUBUNGAN
SUASANA RUANG DENGAN KEGIATAN MANUSIA
Dengan memanfaatkan konsepsi-konsepsi seperti yang
telah dijabarkan dimuka, maka dapat disusun suatu deskripsi tentang hubungan
antara suasana ruang dengan kegiatan manusia. Suasana ruang merupakan atribut
dari lingkungan spasial terbatas, berupa dampak samar-samar (diffused) kondisi
ruang secara keseluruhan yang berpengaruh terhadap proses metabolik, persepsi
sensorik dan aesthetic response pada manusia di dalam ruang itu. Suasana ruang
adalah suasana yang dipancarkan oleh ruang sebagai lingkungan buatan manusia,
merupakan kualitas yang dapat diintervensi dan ditingkatkan sampai batas dan
kebutuhan tertentu dan untuk membentuk dampak yang tertentu pula terhadap
kegiatan manusia di dalamnya. Perubahan dalam suasana ruang dimungkinkan dengan
cara menangani dan mengendalikan komponen-komponen pembentuknya sedemikian
rupa, sehingga resultante-nya dapat menghasilkan kondisi utuh yang diperlukan
guna menciptakan suasana yang dikehendaki. Ruang adalah lingkungan spasial
terbatas yang melingkupi individu sedemikian rupa, sehingga memungkinkan
interaksi antara individu tersebut dengan ruang itu. Sebagai kualitas
lingkungan, suasana ruang merupakan masukan (input) pada manusia, yang kemudian
oleh manusia dikonversikan menjadi keluaran (output) berupa tingkah laku
(kegiatan). Sebaliknya, kegiatan manusia itu sendiri dapat mempengaruhi suasana
ruang. Interaksi antara manusia dengan suasana ruang menghasilkan constraints,
menurut aspek organik, psikologik, dan sosial. Intervensi terhadap proses
interaksi antara manusia dengan ruang antara lain bertujuan untuk menciptakan
suasana ruang yang sesuai dengan derajat kondisi peradaban dan budaya yang
diinginkan. Penciptaan suasana ruang menurut citra dan konsep tertentu
mempunyai maksud untuk mempengaruhi kegiatan yang dilakukan manusia yang
bersangkutan di dalam ruang tersebut. Variabel-variabel Penentu Suasana Ruang
Suasana ruang dapat dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu lingkungan fisik,
psikologik dan sosial. Masing-masing aspek mengandung kelompok-kelompok stimuli
yang khas. Setiap kelompok stimuli yang khas membentuk variabel. Aspek
lingkungan fisik mengandung variabel-variabel kondisi suhu udara, atmosfir,
nutrisi, pencahayaan, tingkat kebisingan, objek lingkungan dan spatial. Aspek
psikologik menunjuk pada variabel-variabel keleluasaan pribadi (privacy), ruang
seputar badan, kontak mata, ketertutupan ruang, penataan perabotan, kedekatan
atau ketertarikan dengan orang lain, kepadatan pemakaian ruang, dan lingkungan
perilaku (behavioral ecology) (Krasner & Ullmann, 1983). Aspek sosial dapat
diwakili oleh ‘recources-stimuli’ yang diungkapkan menurut variabel-variabel
cinta, status, pelayanan, informasi, barang, uang dan yang semuanya itu menjadi
“hal yang dipertukarkan” dalam interaksi sosial (Simpson, 1976). Komposisi dari
semua variabel, masing-masing dengan kualitas tertentu, menghasilkan suatu ‘resultante’
yang disebut sebagai “suasana ruang”.
Variabel-variabel Penentu Kegiatan Manusia Kegiatan
manusia dapat dilihat menurut dua komponen yaitu komponen makna kegiatan dan
komponen proses (Gutman & Fitch 1972). Komponen makna kegiatan dapat
dipecah menjadi dua variabel : (a) ‘labor’ yaitu aktivitas yang ditujukan hanya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologik, seperti makan, tidur, menikah,
bermain. (b) ‘work’ yaitu aktivitas untuk menghasilkan bagian-bagian dari
lingkungan buatan yang sifatnya non-biologik.
Aspek proses mencakup variabel-variabel proses
metabolik, persepsi sensorik, struktur badan – motorik, motivasi (push-factors)
dan tujuan (pull-factors). Komposisi dari semua variabel ini, masing-masing
dengan kualitas tertentu, menghasilkan suatu ‘resultante’ yang disebut sebagai
‘kegiatan manusia'. Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa antara suasana
ruang dengan kegiatan dapat membentuk suatu hubungan sebab akibat yang saling
berpengaruh. Suasana ruang merupakan ‘resultante’ dari komponen-komponen
lingkungan fisik, komponen lingkungan psikologik dan komponen sosial, yang
terbentuk dengan masing-masing memiliki kualitas tertentu. Sementara kegiatan
manusia di dalam ruang merupakan ‘resultante’ dari komponen ‘makna’ kegiatan
yang dibedakan atas labor dan work, dan komponen ‘proses’kegiatan yang mencakup
variabel-variabel proses metabolik, persepsi sensorik, struktur badan-motorik,
motivasi dan tujuan. Komponen fisik pembentuk suasana tersebut adalah
unsur-unsur ruang yang merupakan komposisi desain interior. Menurut Gutman
& Fitch komposisi tersebut mengandung variabel-variabel kondisi suhu udara,
kondisi atmosfir, kondisi nutrisi, kondisi pencahayaan, tingkat kebisingan,
obyek-obyek lingkungan dan spasial. Sementara kegiatan manusia yang terjadi di
ruang tersebut akan merupakan komponen psikologik dalam hubungan sebab akibat
yang saling mempengaruhi ini. Oleh Krasner & Ullmann komponen ini
digambarkan mengandung variabel-variabel privacy, ruang diseputar badan, kontak
mata, ketertutupan ruang, penataan perabot, kedekatan dan ketertarikan dengan
orang lain, kepadatan ruang, lingkungan perilaku. Komponen sosial merupakan
ungkapan dari ‘recources-stimuli’ yang variabel- veriabelnya adalah ungkapan
dari perasaan cinta, ungkapan status, ungkapan dari kebutuhan pelayanan,
ungkapan dari kebutuhan informasi, ungkapan dari kebutuhan akan barang
keperluan, dan juga uang. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa suasana ruang
itu tidak sepenuhnya tergantung dari kondisi fisik atau hanya atas keberadaan
desain interiornya, tetapi masih harus dihidupkan oleh komponen psikologik dari
interaksi manusia-manusia di dalamnya dan komponen sosial dari kegiatan yang
terjadi di ruang tersebut. Dengan kata lain bahwa betapapun kualitas tatanan
fisik yang dibentuk oleh desain interior suatu ruang, tidak akan berarti dan
menghidupkan makna kalau belum terjadi aktivitas manusia di dalamnya yang
memiliki hubungan-hubungan secara psikologis dan sosial. Sebagai contoh
kehadiran hanya satu orang pada sebuah ruang pertemuan yang besar, walaupun desain interiornya sangat
berkualitas tapi tanpa interaksi sosial dengan orang-orang lain, dan mungkin
secara psikologis interaksi satu orang tersebut dengan ruang tidak terjadi,
maka suasana ruang juga tidak akan terbentuk. Persepsi dan interpretasi satu
orang secara sendirian terhadap ruang tanpa interaksi sosial dengan orang lain
maupun interaksi psikologis di dalamnya mengartikan tidak adanya dukungan
suasana ruang. Stimulus yang diterima dari unsur-unsur ruang bahkan bisa jadi
tidak lengkap, mungkin hanya aspek skala ruang yang berpengaruh. Karenanya
tidak akan menjadikan orang yang bersangkutan mampu menangkap makna lain secara
konotatif selain informasi denotatif terhadap ruang tersebut. Dalam konteks
terbentuknya suasana ruang itulah justru desain interior baru bisa menyampaikan
nilai-nilai atau kualitas tertentu sebagai akibat terbentuknya interaksi dengan
pemakai atau pengamat ruang tersebut. Demikian juga sebaliknya, dalam konteks
suasana ruang juga pengamat atau pengguna ruang bisa menangkap dan mempersepsi
kualitas ruang dan nilai-nilai tertentu dari unsur-unsur yang membentuk ruang
tersebut. Di dalam lingkup suasana ruang itu pengguna akan mempersepsi dan
mengenali dengan menelaah elemen-elemen ruang, seperti dinding, lantai, langit-langit yang
melingkupinya dan tempat ia melakukan pergerakan. Dalam suasana ruang itu juga
pengguna akan menangkap bentuk-bentuk secara visual, kualitas cahaya, dimensi
dan skala ruang dalam satu kesatuan komposisi sebagai sebuah stimulan bagi
proses-proses psikologis dalam dirinya. Unsur-unsur yang membentuk ruang dan
obyek-obyek lain dalam ruang akan menjadi semacam informasi atau tanda yang
mempengaruhi kegiatan manusia dalam ruang tersebut. Kegiatan atau tingkah laku
dalam hal ini sebagai keluaran (output) dari proses interaksi psikologis antara manusia dengan ruang. Tapi
di samping keluaran dalam bentuk tingkah laku itu, proses stimulasi ruang
terhadap manusia juga dapat menghasilkan terbentuknya image dalam pikiran
manusia terhadap sejumlah stimuli visual yang diingatnya. Saat sebagian dari
informasi tersebut diterima, manusia secara sadar menyimpannya dalam bentuk
image atau citra, perasaan maupun sensasi tertentu. Karena itu maka proses
interaksi antara ruang dan manusia secara psikologis akan menyebabkan pada dua
macam kemungkinan respons yang diberikan oleh sistem kepribadian manusia
tersebut. Respons pertama yakni respons
‘keluar’ berupa kegiatan atau tindakan oleh manusia tersebut, dan respons kedua
adalah respons ‘kedalam’ berupa terbentuknya image pada manusia terhadap ruang
yang bersangkutan. Tergantung kepada
kualitas rangsang atau stimuli yang terjadi, apakah hanya sampai pada sifatnya sebagai informasi (denotatif) maka
respons yang dimungkinkan adalah ke luar berupa tindakan atau kegiatan. Atau
stimuli dari ruang tersebut memiliki nilai tambah karena kualitasnya mampu
memberikan makna konotatif, maka respons yang terjadi adalah ke dalam yang
disimpan sebagai pengalaman kognitif yang membentuk image atau citra.
DESAIN
INTERIOR DALAM KONTEKS SUASANA RUANG
Desain interior menurut pengertian secara umum adalah
sebuah kegiatan yang dilakukan dalam
menanggapi suatu kondisi ruang yang ada, yaitu kondisi-kondisi yang bisa
bersifat murni fungsional, tetapi juga mencerminkan iklim ekonomi, sosial, politik
dan budaya dalam tingkatan yang bervariasi. Dalam segala hal, diasumsikan bahwa
kondisi yang ada memiliki masalah atau problem-problem ruang yang kurang
memuaskan, dan diperlukan suatu kondisi baru sebagai solusi yang diinginkan
dalam menjawab permasalahan tadi. Oleh karena itu, kegiatan mendesain interior
tidak lain adalah proses pemecahan masalah (problem solving) yang berkenaan
dengan ruang arsitektural atau proses perancangan ruang. Desainer mau tidak mau
secara instingtif meramalkan pemecahan dari berbagai masalah yang akan
ditanganinya, namun kedalaman dan jangkauan perbendaharaan desain yang mereka
miliki mempengaruhi baik persepsi mereka terhadap sebuah pertanyaan maupun
bentuk jawabannya. Jika pemahaman seseorang mengenai bahasa perancangan terbatas,
maka jangkauannya atas solusi-solusi yang mungkin diterapkan untuk masalah itu
juga akan terbatas. Disamping sebagai suatu bagian dari kegiatan perancangan,
desain interior juga menggunakan basis ketrampilan dan pemahaman pada bidang
permasalahan seni rupa, sehingga ini menyiratkan tujuan aktivitasnya lebih dari
sekedar jawaban atas kebutuhan-kebutuhan fungsional murni dari suatu program
pembangunan lingkungan binaan.
SUSUNAN UNSUR UNSUR PEMBENTUK DAN TERBENTUKNYA CITRA
Pandangan analogia desain interior dan arsitektur
sebagai ‘bahasa’ yang telah diuraikan sebelum ini, menyodorkan ruang dan bentuk
sebagai pengejawantahan tanda- tanda, yang dipakai menjadi medium untuk
mentransfer pesan atau makna (meaning). Makna yang dikandung dalam perwujudan desain
tersebut ditunjukkan oleh cara menyusun unsur-unsurnya dan mampu membangun pengertian lain. Pengertian lain ini
berkenaan dengan nilai-nilai kualitatif atau citra yang ingin diungkapkan oleh
perancang dan pemilik bangunannya, sehingga orang lain akan mengenalnya sebagai
pribadi tersendiri dan memiliki keunikan tersendiri pula. Pengertian yang
mengantarkan kepada nilai-nilai lain itu akan timbul akibat susunan atau
komposisi unsur rupa dan bentuk pada desain interior yang dibuat untuk mencapai
makna yang dimaksud dalam setiap elemen pembentuknya. Unsur-unsur ini merupakan
komponen fisik yang bersama-sama dengan komponen-komponen ruang lain seperti
komponen psikologik dan komponen sosial dari interaksi manusia di dalamnya akan
bergabung membentuk suasana ruang. Batasan citra atau image sebagai aspek
intangible dari bangunan, dan bagaimana citra terbentuk secara psikologis,
adalah perwujudan dari makna yang dikandung dalam desain interior bangunan
tersebut. Desain interior mampu mengungkapkan makna sebagai “wishes” yang
terpendam dari pemilik bangunan maupun perancangnya, yang kemudian membentuk
citra baginya terlebih dahulu sebagai bentuk rangsangan atau stimuli sehingga
tersampaikan maksudnya, dan citra yang terbentuk dapat diterima oleh orang lain
sebagai pengamatnya. Makna dan keindahan dalam susunan unsur-unsur ruang akan
dipersepsi oleh manusia dalam satu medium yang dinamakan suasana ruang
(atmosphere), yang terbentuk akibat terjadinya interaksi ruang tersebut dengan
kehadiran manusia bersama aktivitas di dalamnya. Suasana ruang merupakan
resultante dari komponen-komponen fisik sebagai wujud hasil desain interior,
bersama dengan komponen psikologik dan sosial yang dibawa oleh manusia dengan
aktivitas di dalam ruang tersebut, inilah yang akan membantu terjadinya
‘transfer’ makna yang dimaksud.
B. ANALISA RUANG KEJUTAN
Ruang
merupakan elemen yang sangat penting dalam arsitektur. Secara harfiah, ruang (space)
berasal dari bahasa Latin, yaitu spatium yang berarti ruangan atau luas (extent).
Jika dilihat dalam bahasa Yunani dapat diartikan sebagai tempat (topos)
atau lokasi (choros) yaitu ruang yang memiliki ekspresi kualitas tiga
dimensi. Menurut Aristoteles, ruang adalah suatu yang terukur dan terlihat,
dibatasi oleh kejelasan fisik, enclosure yang terlihat sehingga dapat
dipahami keberadaanya dengan jelas dan mudah.
Dalam
arsitektur, ruang terbagi menjadi ruang dalam dan ruang luar. Salah satu ruang
yang ada dalam arsitektur adalah ruang terbuka publik. Ruang terbuka publik
sendiri terbagi menjadi ruang eksterior dan ruang interior. Untuk ruang
eksterior (Alexander et al, 1977), terdapat dua bagian tipe ruang, yaitu:
- Positif: yaitu ruang yang mempunyai batas yang pasti dan jelas. Ruang ini dapat dirasakan dan dapat diukur dengan seksama. Sebagai bayangan, ruangan ini dapat diisi oleh air untuk menunjukan keberadaannya. Ruang ini dibentuk dari bangunan yang berada disekitarnya.
- Negatif: yaitu ruang yang tidak mempunyai bentuk yang jelas. Jenis ruang ini sulit dibayangkan serta keberadaannya sulit dirasakan.
Di dalam
buku Public Places – Urban Spaces, ruang positif dibagi menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Streets (road, path, avenue, lanes,
boulevard, alleys, malls)
Streets
adalah tipe ruang terbuka publik yang bersifat dinamik dan mempunyai kuantitas
perpindahan yang lebih tinggi.
b. Squares (plazas, circuses, piazzas,
places, courts)
Squares
adalah tipe statis dimana orang lebih sering untuk berdiam diri dalam waktu
lama di ruang terbuka publik ini.
Kedua jenis
ini dapat bersifat formal maupun informal. Sehingga keduanya dapat ditempatkan
sebagai ruang terbuka publik dimanapun berada. Namun untuk Negara berkembang
seperti Indonesia, tipe streets lebih sering dijadikan sebagai ruang
terbuka publik daripada squares.
***
Jalan di kota Bandung
Jalan
merupakan salah satu elemen penting dari sebuah kota. Terlepas dari moda
transportasi yang digunakan, jalan merupakan suatu wadah kegiatan yang dapat
mengumpulkan warga kota. Bahkan Jean Jacobs menyatakan “Street and their
sidewalks, the main public spaces of a city, are its most vital organs.
Think of a city and what come to mind? It’s streets. If a city’s streets
looks interesting, the city looks interesting; If they look dull, the
city looks dull”. Dari pernyataan ini tergambarkan bahwa keberadaan jalan
sangatlah penting.
Untuk taraf
perkotaan, jalan mempunyai fungsi yang kompleks disamping fungsi utama, yaitu
mempunyai fungsi ekonomi. Maksudnya adalah sebagai penyalur manusia dan barang.
Di jalan, manusia dapat bergerak bebas dan melakukan transaksi jual beli.
Biasanya proses ini berlangsung secara informal dan melibatkan berbagai
kalangan.
Fungsi
lainnya adalah fungsi social sebagai ruang publik untuk berinteraksi. Fungsi
ini berkaitan erat dengan fungsi ekonomi. Disamping itu, jalan mempunyai fungsi
budaya, yaitu sebagai sarana representasi budaya melalui arsitektur dan
kegiatan manusia. Fungsi ini sudah lebih kompleks karena tidak hanya melibatkan
jalan dan manusia, tetapi juga dari sisi arsitektur. Jalan yang dapat
menyalurkan hingga tahapan fungsi ini merupakan jalan yang dapat dijadikan
contoh. Sayangnya, jalan tipe ini sangat jarang ditemukan, terutama di
Indonesia. Estetika merupakan fungsi terakhir yang harus ditampung dari sebuah
jalan. Namun kualitas estetika ini bergantung pada lingkungan sekitar jalan
tersebut. Sehingga tidak mudah untuk menemukan jalan kota dengan kualitas
estetika yang menarik.
Sebagai
sebuah kota, Bandung memiliki banyak jalan didalamnya. Sayangnya, Bandung
termasuk kota yang mempunyai jalan yang tidak dapat dijadikan contoh. Menurut
Alan Jacobs dalam buku Great Streets, ada beberapa syarat sebagai jalan
yang berkualitas, yang pertama adalah fungsi jalan yang digunakan oleh pengguna
jalan baik oleh pengendara motor maupun mobil dan pejalan kaki. Namun
jalan tersebut tidak hanya sebatas berfungsi dengan baik, tetapi juga dapat
memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi penggunanya.
Selanjutnya,
menurut Alan Jacobs, jalan yang baik harus menarik bagi penggunannya. Menarik
disini adalah bagaimana sebuah jalan memberikan pemandangan maupun kegiatan
yang ‘hidup’. Jalan juga harus memiliki sifat transparan karena bagaimanapun,
jalan merupakan area publik yang digunakan oleh umum. Sehingga keberadaannya
harus terlihat jelas dan dapat dikontrol oleh semua orang. Hal ini sangat penting
untuk pencegahan hal yang tidak diinginkan. Untuk Negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia, jalan merupakan salah satu sumber tempat yang dapat memicu
kejahatan seperti perampokan, penjambretan bahkan penculikan.
Syarat lain
dari jalan yang baik adalah kemampuan jalan tersebut untuk saling mengisi
antara pengguna dan fungsi yang ditampung didalamnya. Sebuah jalan tidak hanya
memenuhi fungsi utama, tetapi jalan yang baik dapat mempertemukan keterikatan
fungsi bangunan disekitarnya. Namun, sebaik-baiknya jalan, akan tidak nyaman
jika jalan tersebut tidak dapat dirawat dengan baik. Misalnya adanya lubang di
badan jalan, atau dengan adanya pengrusakan terhadap elemen pendukung sebuah
jalan seperti pohon, trotoar, dan lampu jalan.
***
C.
DEFINISI
RUANG KEJUTAN
Ruang kejutan adalah gambaran umum mengenai suatu
desain ruang yang digambarkan melalui sebuah timbal balik oleh pelaku di ruang
tersebut. Ruang tersebut mengindikasian dimana seseorang
akan merasa lebih exist dan lebih bermakna oleh karena interaksi
dengan ruangan itu. Ruang kejutan menggambarkan bagaimana kita lebih bisa
memahami
mengenai desain, pola, bentuk, suasana yang diberikan oleh ruang itu sendiri.
Ruang kejutan memberikan sebuah kondisi dimana seseorang merasakan sebuah
emosional yang lebih mengenai ruang tersebut. Suatu penggambaran ruang
tersebut dapat terjadi karena adanya komunikasi yang terjalin, bai kantar ruang
dengan manusia atau manusia dengan manusia itu sendiri.
KESIMPULAN
Setiap ruang memiliki makna dan kondisi yang
berbeda-beda, ruang yang baik adalah ruang yang mampu meberikan interaksi bagi
objek didalamnya, baik bagi ruang itu sendiri dengan manusia maupun interaksi
sesama manusia di dalam ruangan. Sehingga ruang kejutan seharusnya memberikan
interaksi emosional lebih kepada objek didalamnya sehingga objek tersebut mampu
merasakan lebih dalam makna yang diberikan. Ruang kejutan bukan hanya mengenai
rasa terkejut, tetapi kejutan yang dimaksud adalah rasa yang lebih dalam yang
diberikan baik itu rasa senang, takut, sedih, dan sebagainya. Jadi, ruang kejut
adalah sebuah interaksi ruang yang dalam sehingga memberikan dampak emosional
kepada penikmat.
FOTO MAKET
REFERENSI
Hall, Edward ,T. 1984. The Silent Language. New York:
Anchor Press, Double Day. Krasner, L. & Ullmann, P. 1983. Behavior
Influence and Personality. New York: Holt- Rinehart & Winston. Nimpoeno,
John, S. 1983. Ruang Sebagai Penunjang Kegiatan. Jakarta: Universitas
Indonesia. Simpson. 1976. Theory of Social Exchange. Holt-Rinehart and Winston
Inc. Tubbs, Stewart, L. & Moss, Sylvia. 1996. Human Communication. Bandung:
Penerbit P.T. Remaja Rosda Karya.
***
Daftar Pustaka:
Carmona, Matthew. Public Places Urban Space. 2003.
Architectural Press : Oxford.
http://www.architerian.net/myforum/viewtopic.php?id=2568
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=67704&val=353
https://arsitekturbicara.wordpress.com/2011/08/13/makna-ruang/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kantor_pusat_CCTV
http://dandwiari.blogspot.co.id/2015/05/beijing-national-grand-theatre.html
http://adiputomo.blogspot.co.id/2016/03/taman-bunga.html
http://bangunanunique.blogspot.co.id/2010/04/cubic-houses-rotterdam-belanda.html
http://adiputomo.blogspot.co.id/2016/03/taman-bunga.html
http://cina.panduanwisata.id/beijing/wisata-religi/melihat-kemegahan-leshan-giant-buddha/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kakbah
http://adiputomo.blogspot.co.id/2016/03/taman-bunga.html
http://adiputomo.blogspot.co.id/2016/03/taman-bunga.html
https://himaartra.wordpress.com/2011/11/28/dancing-house-frank-gehry/
http://dunianya-seni.blogspot.co.id/2012/05/gedung-bengkok-di-sopot-polandia.html
http://satupedang.blogspot.com/2015/08/sejarah-bangunan-lotus-temple-india.html#ixzz4su5slGy0/
https://id.wikipedia.org/wiki/Menara_Pisa
http://museum-satria-mandala.blogspot.co.id/2013/05/khan-shatyr-sebuah-tenda-transparan.html
http://hanifaw.blogspot.co.id/2013/02/10-bangunan-arsitektur-modern.html
http://ajigits.blogspot.co.id/2015/03/gardens-by-bay.html
http://gedik10.blogspot.co.id/
http://edupaint.com/jelajah/arsitektur-manca-negara/3258-ferdinand-cheval-palace-istana-batu-yang-menakjubkan.html
http://budhihr.wixsite.com/studiobudhihr/milwaukee-art-museum-structure
https://id.wikipedia.org/wiki/Istana_Raja_(Bangkok)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar